Beranda | Artikel
Malu Bagian dari Iman
17 jam lalu

Malu Bagian dari Iman merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 4 Rabiuts Tsani 1447 H / 26 September 2025 M.

Kajian Tentang Malu Bagian dari Iman

Salah satu tingkatan al-‘ubudiyah (penghambaan) yang merupakan kewajiban seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala adalah sifat malu. Malu kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala dan juga malu kepada sesama. Hal ini termasuk ibadah yang agung dan menjadi bukti adanya kehidupan dalam hati.

Malu kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala adalah sifat yang menjaga serta menambah kesucian hati seorang hamba. Ia akan menumbuhkan kemuliaan dalam diri jika sifat malu senantiasa hadir pada dirinya. Demikian pula ketika sifat malu itu ada dalam kehidupan sehari-hari, dalam interaksi, serta dalam berbagai keadaan yang dialami, maka itu adalah bagian dari keimanan.

Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menanamkan sifat malu kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala, karena Allah senantiasa memperhatikan, memantau, dan mengetahui keadaan kita masing-masing. Allah berfirman:

…إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengawasi atas kamu.” (QS. An-Nisa [4]: 1)

Seorang hamba yang menghadirkan dalam dirinya makna muraqabatullah—yakni keyakinan bahwa Allah selalu memperhatikan, memantau, dan mengetahui setiap kondisinya—akan merasa malu kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Ia akan malu ketika ibadah yang dilakukan tidak memenuhi syarat, sedikit, atau tidak berkualitas. Ia merasa tidak pantas mempersembahkan ibadah demikian kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Lebih dari itu, ia akan malu tatkala ada dorongan di hati untuk berbuat maksiat, atau bahkan ketika terjatuh ke dalamnya. Ia malu kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang melihat dan memperhatikannya dalam keadaan bermaksiat, padahal itu adalah hal yang dibenci-Nya.

Di antara sebab utama yang menanamkan sifat malu kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala adalah menghadirkan keyakinan akan pengawasan-Nya.

Begitu pula, seorang hamba harus yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta‘ala mengetahui seluruh keadaan dirinya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Allah berfirman:

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. Ghafir [40]: 19)

Apabila seorang hamba menghadirkan keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi dirinya, maka akan tertanam sifat malu kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Mata yang melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah atau sesuatu yang tidak diperbolehkan secara agama adalah pandangan yang khianat. Allah Subhanahu wa Ta‘ala mengetahui pandangan seperti itu, begitu pula dengan apa yang tersembunyi dalam hati.

Dari sini kita memahami bahwa faktor utama untuk menumbuhkan sifat malu dalam diri seorang hamba adalah menghadirkan keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta‘ala mengetahui segala isi hatinya, seluruh keadaan, serta pandangan matanya.

Dalam sebuah hadits shahih dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melewati seseorang yang sedang menasihati saudaranya tentang sifat malu. Beliau bersabda:

دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الْإِيمَانِ

“Biarkan dia, karena malu itu bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Download MP3 Kajian Malu Bagian dari Iman


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55623-malu-bagian-dari-iman/